Kamis, 13 Oktober 2011

a good start to live wisely

let the past be the past
so, here i am. convicing myself. I'm moving on with my life. It's a brand new start all over again. I'm STRONGER than ever and i shud thank you for that. A whole new adventures are waiting. They're waiting for US.

Selasa, 12 April 2011

A LIL PIECE OF MY MIND

I'm very blessed to have someone like you.
Someone that I can rely on, someone who brings chocolate and candy just to see me smile.
Someone that i never thought i would need, but i do.. I do NEED YOU

Rabu, 04 November 2009

cerita dini

Sejak aku mengenal Robby, hidupku rasanya berubah. Aku jadi lebih ceria dan bersemangat. Robby memang cerdas, diajak ngobrol apa pun selalu nyambung, dan dia sangat pengertian. Kepadanya aku sering curhat, baik tentang sekolah, keluarga, dan teman. Dia juga suka membantu tugas-tugas sekolahku. Ya, Robby adalah sahabatku yang paling baik........
"Bagaimana, Din? Robby sudah kirim foto, belum?" Miranda bersemangat.
"Kalau dia masih menunda kirim foto, jangan-jangan dia sedang mengedit fotonya dikomputer supaya kelihatan cakep!" seloroh Andien.
"Iya, Dini, lo harus hati-hati! Kita cuman bisa ngingetin, bertemen lewat chatting internet itu sangat beresiko, seperti beli kucing dalam karung! Kita tidak pernah tahu apa dia itu sesungguhnya seperti apa," timpal Miranda.
"Ah, gue gak perduli dia jelek atau cakep, yang penting gue cocok dan dia sangat sempurna bagi gue." ujarku.
"Lo merasa cocok karna belom bertatap muka aja. Nanti, kalo udah ketemu dan ternyata dia jelek banget, pasti lo gak mood lagi, deh!" imbuh Andien.
Ah pokoknya aku gak perduli. Mereka bilang begitu karena mungkin mereka nggak punya sahabat sebaik Robby. Hhhhhh, aku jadi gak sabar untuk chatting lagi dengannya siang ini guna melihat fotonya.
Yuhuuuuu....... ternyata Robby cakep abis! Wajahnya tampak dewasa, bijaksana, dan penuh pengertian. Dia berkacamata dan kelihatan cool. Aih....... pasti Miranda dan Andien makin iri kepadaku.
Saat kutunjukkan foto Robby kepada Miranda dan Andien, hanya beberapa detik saja mereka mengaguminya, Selanjutnya, mereka mulai mencari-cari lagi kelemahan Robby.
"Heeeeem...... jangan-jangan itu bukan fotonya!" ucap Miranda.
"Ya, foto ini pasti sudah dimanipulasi dengan komputer!" timpal Andien.
Stoooooooooop!!!! Aku nggak mau mendengar komentar mereka. Aku yakin itu foto Robby. Dia nggak mungkin bohong kepadaku. Akan kubuktikan nanti. Kebetulan, hari Minggu depan aku dan Robby sepakat untuk bertemu di Poke Shushi pim 2.
"Eh, ingat loh, dia nggak pernah nelfon lo!" kata Andien.
"Iya, itu juga aneh! Padahal, kalian kan, sudah lama berteman dan sama-sama tinggal di Jakarta, masa nelfon aja nggak bisa!
Stooooooooooooooooop!!!! Lagi-lagi aku nggak mau mendengar apa pun komentar mereka. Aku percaya pada suara hatiku sendiri. Aku sayang kepada Robby, sahabat baik yang kutemukan di dunia maya.
***
Saat yang kunanti pun tiba. Dengan diantar sopirnya papa, aku tiba di Poke Sushi. Aku duduk dipojok agar bisa melihat saat Robby datang. Dia akan mengenakan baju kotak-kotak biru. Nah....... itu dia melenggang santai kearahku. Waw, ternyata orangnya lebih cakep dari fotonya. Berarti, fotonya asli, tidak dimanipulasi komputer.
Aku berdiri menyambutnya sambil tersenyum ramah. Dia juga tersenyum sambil menunjuk bajuku. Ya, aku memang bilang akan memakai blus putih dengan corsase mawar di dada.
"Akhirnya, kita bertemu juga, ya!" kataku. Dia tersenyum, lalu menggerak-gerakkan kedua telapak tangan dan jemarinya dengan lincah, sambil menatapku lebih tajam, seolah ingin tahu apakah aku mengerti bahasa tubuhnya.
Aku melongo.......
Dia mengerti kebingunganku. Lalu, dia mengetik sesuatu pada HP-nya yang canggih dan menunjukkan kepadaku. Seketika aku terperangah......
Jadi.......... Robby tunawicara?
Aku berusaha menutupi kebingunganku, keterkejutanku, dan terutama kekecewaanku. Tapi, rupanya Robby bisa membaca raut wajahku. Berulang kali dia meminta maaf karena tidak memberi tahu sebelumnya kalau dirinya tunawicara.
Kami pun makan tanpa kata. Hanya mata kami yang berbicara. Lalu, kami tersenyum bersama. Duh, apa yang akan kukatakan kepada Miranda dan Andien?
Pada akhir pertemuan kami itu, dia menulis "Dini, bila setelah pertemuan ini kamu tidak ingin bertemu atau chatting lagi denganku, aku bisa mengerti, kok. Aku memang tak layak menjadi sahabat bagimu yang begitu manis dan sempurna."
Sepanjang perjalanan pulang, hatiku gundah. Aku benar-benar merasa dibohongi, dikelabuhi, dan dikecewakan. Pantas, selama ini Robby nggal pernah mau menjawab telfonku. Dia hanya mau berkomunikasi lewat SMS, e-mail, dan chatting. Heeeeeeem..... seharusnya aku bisa menebak kalau dia itu tunawicara.
***
"Dia tunawicara...." kataku lemah kepada Miranda dan Andien, keesokan harinya di sekolah.
Aku tak berani menatap mata mereka. Mereka diam lama sekali, entah apa yang sedang dipikirkannya.
"Lalu, apa kata hati lo?" tanya Andien tiba-tiba.
"Ge gak tahu," jawabku.
"Bertanyalah pada hatimu, Dini!" sarannya.
"Menurut kalian, bagaimana?" tanyaku.
"Menurut gue, dia sahabat yang baik. Masalah dia nggak jujur dengan kekurangannya, itu pasti karena dia gak ingin kehilangan lo. Rasanya sayang banget kalo persahabatan yang begitu manis harus putus hanya karna cacat fisik yang tak berarti...." kata Miranda panjang lebar.
"Kalo lo nggak pingin sahabatan sama dia, gue mau kok, gantiin elu din," timpal Andien sambil tersenyum.
Aku pun tersenyum bahagia, lalu memeluk mereka berdua. Mereka memang sangat baik. Meskipun kadang suka mengejek dan ceplas-ceplos, hati mereka sungguh lembut.
***
"Hai, Robby! Kaget ya, aku bisa menemukan rumahmu? Aku kesini mau menagih janjimu. Kamu kan, mau main piano untukku...." sapaku saat tiba dirumah Robby seminggu kemudian.
Mata Robby berkaca-kaca. Mulutnya menganga seolah tak percaya. Dan tanpa kusangka, dia memelukku. Aku pun membalas merangkulnya. Tiba-tiba, ada rasa bahagia yang tak terkira menyusup kedalam hatiku. Inilah bahagia yang sesungguhnya, bisa menerima orang lain apa adanya......
"Terima kasih, Dini, kamu bener-bener sahabat yang luar biasa. Aku akan mempersembahkan permainan pianoku yang terbaik, hanya untukmu....." tulisnya pada selembar kertas, setelah aku masuk kerumahnya yang besar bagai istana.
Robby memainkan lagu ciptaannya sendiri, yang diberinya judul CERITA DINI. Sebuah lagu yang begitu indah, sampai-sampai aku menitihkan air mata mendengarnya. Dan, ternyata, mata Robby pun berkaca-kaca. Ternyata bahasa tubuh dan ketulusan hati jauh lebih jujur daripada kata-kata paling indah sekalipun.